TELUK BINTUNI, Suara paralegal.Com-Papua Barat — Keluarga Inspektur Polisi Dua (Iptu) Tomi Samuel Marbun terus mendesak penyelidikan menyeluruh atas hilangnya perwira polisi tersebut sejak Desember 2024 lalu. Iptu Marbun, yang menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Teluk Bintuni, hilang saat memimpin operasi pengejaran di Distrik Moskona Barat.
Tim gabungan yang terdiri dari 65 personel dari Polres Bintuni, Brimob, dan dua batalyon TNI berangkat menuju Kampung Mayerga untuk melakukan operasi pengejaran terhadap Daftar Pencarian Orang (DPO) bernama Marten Aikingging, 15 Desember 2024.
Menurut kronologi yang disampaikan adik korban, Monterry Marbun, pada 18 Desember 2024 sekitar pukul 08.30-09.30 WIT, Iptu Marbun dilaporkan hanyut terbawa arus sungai saat tim hendak menyeberang menuju lokasi target operasi.
Saksi bernama Silas Meyem, warga sipil yang ikut dalam operasi, menyatakan mendengar 2-3 kali tembakan setelah kejadian, namun tidak melihat siapa yang menembak. Silas kemudian melarikan diri ke Kampung Mayerga karena ketakutan.
Keluarga mencatat sejumlah kejanggalan, termasuk:
1. Inkonsistensi keterangan: Wakil Kepala Polres (Wakapolres) awalnya menyatakan korban jatuh dari perahu, kemudian diubah menjadi hanyut di sungai.
2. Barang pribadi yang dikembalikan: Dua unit telepon genggam, rompi, pistol jenis Glock, dan pakaian dinas korban dititipkan kepada tim lain sebelum penyeberangan dan kemudian dikembalikan ke keluarga. Namun, rompi yang dikembalikan berbeda jenis dengan yang dimiliki korban.
3. Pencarian tidak maksimal: Operasi pencarian Tahap I (21-30 Desember 2024) dilaporkan tidak pernah benar-benar menyisir lokasi hilangnya korban. Operasi Tahap II (27 Januari 2025) dibatalkan karena kapal logistik bocor.
4. Tawaran proyek: Kepala Polres dilaporkan menawarkan proyek senilai Rp4-4,5 miliar kepada istri korban pada awal Januari 2025, yang ditolak keluarga.
Fredi H Marbun (35), selaku aktivis HAM dan pegiat sosial kesetaraan serta pegiat budaya, saat dikonfirmasi awak media, Rabu (1/10/2025) menyoroti pentingnya transparansi dalam penanganan kasus ini.
“Kasus hilangnya Iptu Tomi Samuel Marbun menunjukkan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap operasi kepolisian, terutama di wilayah konflik. Keluarga berhak mendapatkan kejelasan dan keadilan. Inkonsistensi keterangan serta minimnya upaya pencarian yang serius menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen institusi dalam mengungkap kebenaran,” ujar Fredi.
Ia menambahkan bahwa kasus ini juga merefleksikan tantangan penegakan HAM di Papua, di mana seringkali penyelesaian kasus melibatkan aparat keamanan tidak dilakukan secara transparan dan tuntas.
Keluarga telah mengambil langkah-langkah hukum, termasuk:
1. Pengaduan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri terhadap Kapolres Teluk Bintuni dan Kepala Bagian Operasional, pada tanggal 27 Februari 2025
2. Audiensi dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, pada tanggal 7 Maret 2025.
3. Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI yang menghasilkan rekomendasi pembentukan tim pencari fakta, operasi pencarian, dan pelaporan berkala ke keluarga, pada tanggal 17 Maret 2025.
4. Laporan Polisi di Bareskrim Mabes Polri dengan dugaan pelanggaran Pasal 304 dan 421 KUHP, pada tanggal 28 Maret 2025
Operasi pencarian Tahap III dilaksanakan 22 April – 3 Mei 2025 dengan menurunkan 510 personel dari Mabes Polri, Polda Papua Barat, dan instansi terkait. Namun, keluarga melaporkan tim tidak melakukan penyisiran serius di titik lokasi hilangnya korban, dan olah tempat kejadian perkara dipindahkan ke lokasi lain.
Hingga kini, nasib Iptu Tomi Samuel Marbun masih belum diketahui. Keluarga terus mendesak pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan transparan dan pencarian maksimal.
Laporan Hendri Manalu