TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS ELEKTRONIK

TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS ELEKTRONIK

Spread the love

JAKARTA, Suaraparalegal.com – Semangat tak pernah padam, Minggu (04/02/2024). Aliansi Paralegal Indonesia bersama LBH Jaga Tatanan Cakra terus lakukan Pendidikan dan Pelatihan Kemampuan Hukum Paralegal Kurikulum 2021, yang dibimbing langsung oleh Agus Christianto, SH., MH, baik melalui on-line maupun offline, juga via Wag.

Tiba di Sesi 7 bahasan 4 tentang Tindak Pidana Berbasis Elektronik. Dalam Pasal 14 ayat (1) menjelaskan, Setiap Orang yang tanpa hak:

a. melakukan perekaman dan/ atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar;

b. mentransmisikan informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual diluar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau

c. melakukan penguntitan dan/ atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual, dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud:

a. untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa; atau

b. menyesatkan dan/atau memperdaya,

seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 30O.0OO.00O,0O (tiga ratus juta rupiah).

(3) Kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan delik aduan, kecuali Korban adalah Anak atau Penyandang Disabilitas.

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan demi kepentingan umum atau untuk pembelaan atas dirinya sendiri dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual, tidak dapat dipidana.

(5) Dalam hal Korban kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan Anak atau Penyandang Disabilitas, adanya kehendak atau persetujuan Korban tidak menghapuskan tuntutan pidana.

Dijelaskan dalam Pasal 15 (1) Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 ditambah 1/3 (satu per tiga), jika:

a. dilakukan dalam lingkup Keluarga;

b. dilakukan oleh tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan Penanganan, Perlindungan, dan Pemulihan;

c. dilakukan oleh pegawai, pengurus, atau petugas terhadap orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga;

d. dilakukan oleh pejabat publik, pemberi kerja, atasan, atau pengurus terhadap orang yang dipekerjakan atau bekerja dengannya;

e. dilakukan lebih dari I (satu) kali atau dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) orang;

f. dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu;

g. dilakukan terhadap Anak;

h. dilakukan terhadap Penyandang Disabilitas;

i. dilakukan terhadap perempuan hamil;

j. dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;

k. dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan darurat, keadaan bahaya, situasi konflik, bencana, atau perang;

l. dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik;

m. Korban mengalami luka berat, berdampak psikologis berat, atau penyakit menular;

n. mengakibatkan terhentinya dan/ atau rusaknya fungsi reproduksi; dan/ atau

o. Mengakibatkan Korban meninggal dunia. (2) Ketentuan mengenai penambahan 1/3 (satu per tiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I tidak berlaku bagi Pasal 14.

Pasal 16 (1) Selain pidana penjara, pidana denda, atau pidana lainnya menurut ketentuan Undang-Undang, hakim wajib menetapkan besarnya Restitusi terhadap Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.

(2) Terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa:

a. pencabutan hak asuh Anak atau pencabutan pengampuan;

b. pengumuman identitas pelaku; dan/ atau

c. perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

(3) Ketentuan mengenai penjatuhan pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi pidana mati dan pidana penjara seumur hidup. (4) Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dicantumkan dalam amar putusan pengadilan.

Pasal 17 (1) Selain dijatuhi pidana, pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat dikenakan tindakan berupa Rehabilitasi.

(2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi:

a. Rehabilitasi medis; dan

b. Rehabilitasi sosial.

(3) Pelaksanaan Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan di bawah koordinasi jaksa dan pengawasan secara berkala oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

(Nana, api2310052)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *